Sabtu, 04 Oktober 2008

LITERASI MEMBACA DALAM PIRLS 2006

Dr. Suhendra Yusuf, M.A. (Quality Control Monitor PIRLS 2006)



Kemampuan membaca adalah landasan bagi pertumbuhan intelektual. Pada masyarakat global, individu yang terpelajar menjadi sangat penting kedudukannya bagi pengembangan sosial dan ekonomi, tidak saja bagi dirinya sendiri tetapi juga keseluruhan bangsa dan negaranya. Semakin terpelajar suatu masyarakat, semakin dekat masyarakat itu menuju pada suatu masyarakat madani yang dicita-citakan: adil, demokratis, beradab, dan bermutu taraf kehidupannya.
Untuk meningkatkan mutu kehidupan, negara berkewajiban untuk memaksimalkan potensi sumberdaya manusia, sumberdaya sosial, dan sumberdaya material. Salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas membaca.


Informasi tentang seberapa baik para siswa mereka dapat membaca telah menarik perhatian para penentu kebijakan dan peneliti berbagai negara dengan fokus perhatian pada bagaimana meningkatkan tingkat literasi dan mendongkrak prestasi membaca. Untuk membantu meningkatkan pengajaran dan pembelajaran membaca di seluruh dunia, the International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) berpendapat bahwa literasi membaca adalah salah satu komponen penting dalam studi internasionalnya selain juga literasi matematika dan sains.


IEA adalah asosiasi internasional untuk evaluasi tentang prestasi dalam bidang pendidikan yang didirikan pada tahun 1959 untuk kepentingan studi perbandingan kebijakan dan praktik pendidikan di berbagai negara di seluruh dunia. Selama 45 tahun, keanggotaan IEA telah tumbuh menjadi lebih dari 50 negara anggota. Sekretariat IEA berada di Amsterdam, Belanda, dan pengolahan data IEA berpusat di Hamburg, Jerman. IEA telah melakukan berbagai studi yang beragam dengan topik dan pokok bahasan yang sangat luas untuk meningkatkan pemahaman tentang proses pendidikan di negara-negara peserta dalam konteks internasional.PIRLS adalah proses kolaboratif yang melibatkan banyak pihak dan kelompok– khususnya Kelompok Pengembangan Membaca (Reading Development Group) PIRLS dan Koordinator Riset Nasional (NRCs) dari 40 negara yang mengambil bagian PIRLS. PIRLS didanai oleh the National Center for Education Statistics, the World Bank, Boston College, the National Foundation for Educational Research, dan iuran negara peserta.



LITERASI MEMBACA

Literasi membaca adalah salah satu kemampuan utama yang diperoleh para siswa pada proses perkembangan awal mereka di bangku sekolah dan kemudian menjadi landasan untuk belajar mata pelajaran lainnya. Kemampuan dasar ini juga dapat mereka gunakan untuk bersenang-senang dengan membaca buku yang menarik perhatian mereka, serta yang lebih penting lagi, sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan intelektualitasnya, kemampuan dasar ini dapat digunakan untuk survive dalam kehidupan nyata di masyarakat luas.
Karena demikian pentingnya kemampuan ini bagi perkembangan generasi muda ini, IEA melakukan suatu siklus studi yang berkesinambungan tentang literasi membaca ini dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya pada negara-negara di seluruh dunia. PIRLS ini dirancang untuk mengukur kecenderungan pada prestasi membaca literasi siswa dalam siklus lima tahunan, pertama diselenggarakan pada tahun 2001, berikutnya tahun 2006, dan seterusnya direncanakan untuk tahun 2011.


Studi Literasi Membaca yang diselenggarakan oleh IEA pada tahun 1991 (Elley, 1992, 1994; Wolf, 1995) dapat dianggap sebagai landasan bagi studi PIRLS. Definisi Literasi membaca dan kerangka pengembangan instrumen penilaian dalam PIRLS dikembangkan dari definisi dan kerangka studi tahun 1991 itu. Kendati demikian, Kerangka Acuan dan Spesifikasi Studi PIRLS secara tersendiri dikembangkan oleh tim IEA dan Boston College pada tahun 2001 yang kemudian diperbarui pada tahun 2006 yang mencerminkan komitmen IEA untuk menggunakan pendekatan mutakhir dalam studinya (Campbell, Kelly, Mullis, Martin, & Sainsbury, 2001).
Definisi Literasi Membaca


Pada studi tahun 1991 itu, IEA memutuskan untuk menggabungkan istilah membaca dan literasi untuk mengungkapkan pengertian ‘kemampuan membaca’ dalam arti yang sangat luas yang mencakup kemampuan untuk melakukan refleksi terhadap isi bacaan dan menggunakannya sebagai alat untuk mencapai tujuan individu dan tujuan masyarakat pada umumnya. Definisi ini dipertahankan dalam studi PIRLS kendati dengan beberapa perubahan. Pada PIRLS 2001, literasi membaca didefinisikan sebagai “kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahasa tulis yang diperlukan oleh masyarakat dan/atau yang bernilai bagi individu (the ability to understand and use those written language forms required by society and/or valued by the individual).” Definisi ini mencakup kemampuan membaca untuk berbagai jenjang usia, termasuk untuk anak yang baru belajar membaca.


Untuk PIRLS 2006 ini, Kelompok Kerja Pengembangan Kegiatan membaca menambahkan kalimat terakhir dalam definisinya untuk menegaskan pentingnya membaca di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Literasi membaca dalam PIRLS 2006 didefinisikan sebagai the ability to understand and use those written language forms required by society and/or valued by the individual. Young readers can construct meaning from a variety of texts. They read to learn, to participate in communities of readers in school and everyday life, and for enjoyment.
Bagi PIRLS, literasi membaca digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahasa tulis yang diperlukan oleh masyarakat dan/atau yang berharga individu. Pembaca dapat membangun makna dari berbagai teks. Mereka membaca untuk belajar, untuk mengambil bagian dalam masyarakat pembaca di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk kesenangan.


Definisi ini didasarkan atas berbagai pertimbangan teoretis yang menganggap literasi membaca sebagai proses interaktif dan konstruktif (Anderson& Pearson, 1984; Chall, 1983; Ruddell& Unrau, 2004; Walter, 1994). Pembaca secara aktif membangun makna, menerapkan strategi membaca yang efektif, serta melakukan refleksi selama proses membacanya (Clay, 1991; Langer, 1995; Thorndike, 1973). Pada umumnya, pembaca mempunyai sikap yang positif dalam kegiatan membacanya dan menganggapnya sebagai kegiatan rekreasi. Pembaca dapat belajar dari sejumlah besar jenis teks, memperoleh pengetahuan yang luas tentang dunia, dan mengetahui lebih jauh tentang diri mereka sendiri. Mereka dapat menikmati dan memperoleh informasi dari berbagai bentuk teks yang digunakan dalam masyarakat modern (Greaney & Neuman, 1990; Organization for Economic Cooperation and Development, 1999; Wagner, 1991). Berbagai jenis dan bentuk teks ini meliputi buku, majalah, berbagai jenis dokumen, dan surat kabar, termasuk jenis teks elektronik, seperti halaman-halaman internet, email, dan teks sebagai bagian dari video, film, tayangan televisi, iklan, dan label harga.


Makna dibangun melalui interaksi antara pembaca dan teks dalam konteks tertentu sesuai dengan pengalaman membaca (Rosenblatt, 1978). Selama melakukan kegiatan membaca, pembaca menyertakan keseluruhan latar belakang pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, serta berbagai strategi kognitif dan metakognitifnya. Teks – yang berisi berbagai bentuk penggunaan bahasa dan diikat oleh unsur-unsur struktur bahasa serta membahas suatu topik pembahasan tertentu – dilingkupi oleh konteks situasi membaca yang dapat melarutkan pembaca dalam kegiatan membacanya dan tak jarang dapat meningkatkan motivasi membaca.
Para siswa yang baru belajar membaca itu juga membangun makna dalam berbagai konteks (Guice, 1995). Interaksi sosial siswa dalam kegiatan membaca dapat membantu mereka memperoleh pemahaman terhadap bahan bacaannya. Lingkungan kelas atau perpustakaan sekolah yang ditata dengan baik dapat meningkatkan motivasi dan kemampuan membaca siswa, memberi peluang untuk membangun perspektif tentang bahan bacaan, dan memandang kegiatan membaca sebagai kegiatan berbagi pengalaman dengan teman-teman sekelasnya. Keadaan ini dapat diperluas di luar kegiatan di sekolah ketika siswa kita itu membahas hasil membacanya itu di rumah dengan keluarga dan teman-temannya.


Aspek-aspek Literasi membaca
PIRLS menaruh perhatian pada tiga aspek dalam kegiatan membaca, yaitu:
· proses pemahaman (processes of comprehension)
· tujuan membaca (purposes for reading)
· perilaku dan sikap membaca (reading behaviors and attitudes)


Proses siswa memahami bahan bacaan dan tujuan membaca adalah dua aspek yang melandasi penyusunan soal-soal dalam PIRLS 2006; sedangkan aspek ketiga lebih banyak ditanyakan dalam kuestioner yang menyertai studi ini.


Proses pemahaman dibagi menjadi empat sub-aspek, yaitu proses memahami informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam bacaan, proses menarik simpulan dari bahan bacaan, proses menafsirkan dan mengintegrasikan informasi atau gagasan yang ada dalam bacaan, dan proses menilai isi bacaan, penggunaan bahasa, dan unsur-unsur teks itu sendiri.
Adapun tujuan membaca dibagi menjadi dua tujuan inti, yaitu membaca cerita atau karya sastra, dan membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi.


Tujuan membaca dan proses pemahaman dituangkan dalam buklet tes yang berisi lima bacaan yang berkaitan dengan cerita fiksi/sastra dan lima bacaan yang berisi informasi. Masing-masing bahan bacaan itu diberikan sekurang-kurangnya 12 pertanyaan, setengahnya dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda dan setengahnya dalam format isian terstruktur.


Perilaku dan Sikap Membaca
Literasi membaca tidak saja berkaitan dengan kemampuan untuk membangun makna dari berbagai teks, tetapi juga berkenaan dengan perilaku dan sikap yang mendukung kegiatan membaca agar kegiatan itu dapat berlangsung sepanjang hayat. Perilaku dan sikap ini berperan dalam mewujudkan setiap pribadi untuk mengembangkan potensinya dalam kehidupan masyarakat yang literat dan terpelajar.


Sikap yang positif terhadap membaca akan merupakan bekal bagi seseorang untuk terus membaca dan membaca lagi dalam hidupnya. Anak-anak yang memperlihatkan kemampuan membaca yang baik juga menunjukkan sikap yang lebih positif dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki masalah dalam kegiatan membacanya (Mullis, Martin, González, & Kennedy, 2003).


Anak-anak yang sudah dapat mengembangkan sikap positif dan memiliki konsep diri mengenai membaca juga lebih mungkin untuk memilih kegiatan membaca sebagai kegiatan rekreasi. Ketika anak-anak itu membaca dalam waktu luang mereka sesuai dengan minatnya, mereka tidak hanya mempertunjukkan sikap yang positif tetapi juga memperoleh pengalaman berharga dalam menangani berbagai jenis teks yang menjadikan mereka sebagai pembaca yang mahir di kemudian hari.


Selain alasan membaca untuk kesenangan dan rekreasi, anak-anak yang memiliki alasan lainnya, yaitu membaca untuk memperoleh pengetahuan baru dan mendapatkan informasi tertentu dapat dikatakan bahwa anak-anak itu telah memperoleh literasi (literacy acquisition) dalam tingkatan tertentu. Anak-anak dapat menggunakan teks yang berisi informasi tentang suatu topik yang menarik perhatian mereka untuk belajar lebih banyak tentang topik tersebut. Hal ini tidak hanya membantu mereka mengembangkan minat mereka terhadap topik bacaannya, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya diri bahwa kemampuannya membaca telah membantu mereka menghadapi persoalan-persoalan dalam hidupnya.


Lebih jauh lagi, pengetahuan dalam teknik dan strategi membaca yang diperoleh melalui kegiatan langsung membaca itu dapat meningkatkan pemahaman pada kesempatan membaca berikutnya, karena pada dasarnya, semakin banyak membaca dan membandingkan berbagai jenis teks yang dibaca, semakin luas dan dalam teks itu diberi makna dan ditafsirkan.
Pembaca yang dapat mendiskusikan hasil bacaannya baik secara lisan ataupun tertulis secara tidak langsung telah menjadi anggota suatu masyarakat yang terpelajar. Dengan mendiskusikan gagasan atau isi bacaan itu dengan pembaca lain, pembaca ini akan dapat mengembangkan pemahaman terhadap teks dan menambah perspektif serta penafsiran lebih lanjut. Pertukaran gagasan ini akan memperluas suatu masyarakat terpelajar, yang dapat mempromosikan keterbukaan dan kedalaman intelektual terhadap gagasan baru di dalam masyarakat.
Dalam studi PIRLS ini, sejumlah pertanyaan diberikan kepada siswa untuk mengetahui sikap dan kebiasaan membaca mereka. Daftar pertanyaan lainnya diberikan kepada orang tua siswa, guru, dan kepala sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan di rumah dan sekolah dalam upaya mengembangkan kegiatan membaca. Informasi tentang sistem pendidikan nasional diperoleh dari daftar pertanyaan tentang tujuan membaca dalam kurikulum pada masing-masing negara sehingga dapat diketahui profil tentang pendidikan membaca untuk negara peserta studi ini.


Populasi dan Sampel Studi PIRLS
PIRLS melakukan studi terhadap kemampuan membaca anak-anak sekolah dasar kelas empat, atau dalam dunia internasional, anak-anak pada tahun keempat ISCED (International Standard Classification of Education) yang dikembangkan oleh the UNESCO Institute for Statistics. Pada tahun pertama (Level-1) ISCED, sesuai dengan definisi Unesco, anak-anak “telah belajar membaca, menulis, dan matematika secara sistematis (UNESCO, 1999).” Empat tahun kemudian (Level-4) adalah kelas yang menjadi target studi ini, dengan usia rata-rata minimal pada waktu mengikuti studi ini adalah 9.5 tahun.



Kelas empat ini dipilih sebagai target studi ini karena secara internasional kelas ini adalah kelas transisi yang sangat penting dalam perkembangan siswa sebagai pembaca. Pada masa transisi ini siswa sudah belajar bagaimana cara membaca dan beranjak dari ‘belajar membaca’ ke arah ‘membaca untuk belajar’ (‘learning to read’ menjadi ‘reading to learn’). Dengan melakukan penilaian pada kelas empat ini, PIRLS juga melengkapi data yang diberikan oleh studi IEA lainnya mengenai perkembangan pengetahuan sains dan matematika secara internasional, yaitu Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), yang juga secara teratur melakukan studi tentang prestasi siswa pada kelas empat dan delapan. Dengan mengikuti kedua studi PIRLS dan TIMSS ini, negara peserta akan mempunyai informasi yang reguler tentang seberapa baik kemampuan siswa mereka dalam literasi membaca, matematika, dan sains. PIRLS juga melengkapi studi internasional lainnya yang diselenggarakan oleh OECD, yaitu Programme for International Student Assessment (PISA) yang mengamati perkembangan literasi membaca, matematika, dan sains pada siswa usia 15 tahun (kelas-9 dan/atau kelas-10) dalam sistem pendidikan kita.



PROSES DAN TUJUAN MEMBACA
Tujuan membaca dan proses pemahaman dalam membaca pada PIRLS diberikan secara terpadu, tidak diujikan secara terpisah atau di luar konteks belajar siswa. Kedua aspek ini merupakan landasan bagi soal-soal PIRLS untuk mengetahui tingkat literasi siswa secara internasional.


Proses Pemahaman
Ketika membaca, siswa mengkonstruksi makna dalam berbagai cara. Fokus perhatian mereka pada informasi atau gagasan yang mereka baca tentu berlainan satu dari yang lainnya; sama halnya dengan kemampuan mereka menarik simpulan dari bacaan, menafsirkan dan mengintegrasikan informasi dan gagasan, serta menguji dan mengevaluasi berbagai jenis teks yang juga bervariasi.


Dalam proses membaca itu, siswa sebenarnya menerapkan proses dan strategi metakognitif yang memungkinkan mereka menguji pemahaman mereka dan melakukan penyesuaian atas pendekatan yang mereka lakukan secara tidak sadar (Jacobs, 1997; Paris, Wasik, & Turner, 1996; VanDijk & Kintsch, 1983). Latar belakang pengetahuan dan pengalaman mereka sebagai pembaca melengkapi pemahaman mereka dalam menangani penggunaan bahasa, memahami berbagai jenis teks, dan pokok bahasan yang dibacanya. Aspek-aspek ini menjadi ‘filter’ dalam proses pemahaman isi bacaannya (Alexander & Jetton, 2000; Beach & Hynds, 1996; Clay, 1991; Hall, 1998).


PIRLS menggunakan empat jenis proses pemahaman. Keempat jenis pemahaman ini digunakan untuk mengembangkan pertanyaan pemahaman (comprehension questions) terhadap isi bacaan yang diberikan kepada para siswa. Masing-masing proses pemahaman ini disebar sedemikian rupa dalam beberapa pertanyaan sehingga dapat diketahui rentangan kemampuan siswa dalam memahami bacaannya.


Dalam merancang pertanyaan, PIRLS juga mempertimbangkan tingkat kesulitan yang diakibatkan oleh interaksi antara panjang teks dan kompleksitas struktur dan isinya, serta proses yang diperlukan untuk memahaminya.


Secara sederhana dapat dikatakan bahwa proses mencari dan menemukan informasi dalam teks mungkin dapat dianggap lebih mudah dibandingkan dengan proses memberi makna terhadap aspek teks atau mengintegrasikan isi bacaan dengan pengalaman di luar teks. Kendati demikian, kenyataannya tidak selalu mudah karena kesultian dalam proses pemahaman itu dipengaruhi oleh panjang-pendek bacaan, kompleksitas sintaktik teks, tingkat abstraksi gagasan, dan cara menyampaikannya dalam bentuk struktur wacana.


Proses Mencari dan Menemukan Informasi
Mencari dan menemukan informasi yang dinyatakan secara langsung dalam bacaan adalah salah satu aspek yang ditanyakan dalam item soal PIRLS. Siswa diharapkan dapat memusatkan perhatian pada informasi atau gagasan yang ditanyakan dan menemukannya. Informasi atau gagasan di dalam bacaan memang dapat secara eksplisit dinyatakan atau disembunyikan dalam penggunaan kata dan tata kalimat yang berbeda. Soal-soal dalam PIRLS menguji pemahaman terhadap penggunaan kata tertentu misalnya dengan cara menghubungkannya dengan tujuan membaca, atau dengan cara mempertentangkan informasi atau gagasan yang ada dalam bacaan dengan informasi atau gagasan dalam pertanyaan. Dengan demikian, kemampuan dasar ini tidak hanya berhubungan dengan kemampuan menemukan informasi yang ada di dalam bacaan, tetapi juga menggali informasi lain yang berkaitan dengan informasi yang dicarinya.


Agar dapat menemukan informasi yang diinginkan, diperlukan beberapa kemampuan prasyarat yang sederhana. Pertama, siswa perlu kemampuan untuk memahami isi bacaan secara otomatis dan segera (immediate or automatic understanding of the text). Kemampuan ini berkaitan dengan pengenalan siswa terhadap makna kata, pemahaman struktur sintaktik yang membangun makna, dan isi informasi atau gagasan yang dicarinya. Kedua, siswa perlu melakukan pemaknaan dan penafsiran sederhana terhadap unsur teks yang harus dicarikan informasinya sehingga tidak akan ada kesenjangan makna kendati makna itu dinyatakan secara nyata di dalam teks. Ketiga, siswa diharapkan mengenali informasi lainnya yang relevan dengan informasi yang dicarinya.


Pada tipe text processing seperti ini, informasi atau gagasan itu berada pada level kalimat dan/atau frase. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan, siswa juga diminta untuk memberikan perhatian dan menemukan beberapa informasi yang ada dalam kalimat atau frase tadi.


Tugas membaca yang berkaitan dengan kemampuan pada level ini antara lain berkenaan dengan kegiatan berikut ini.
· mengidentifikasi informasi yang relevan dengan tujuan membaca yang spesifik
· mencari gagasan tertentu
· mencari definisi kata atau ungkapan
· mengidentifikasi setting sebuah cerita (misalnya, waktu dan tempat)
· menemukan kalimat topik atau gagasan utama


Menarik Simpulan
Proses membaca kedua yang memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dari tipe pertama adalah kemampuan menarik simpulan dari apa yang ada dalam bacaan. Proses ini dilakukan ketika pembaca mengkonstruksi makna untuk menemukan informasi dan gagasan yang tidak secara tegas dinyatakan di dalam bacaan. Di dalam proses ini dimungkinkan pembaca untuk bergerak dari apa yang ada di dalam teks sampai pada apa yang ada lebih dalam lagi di bawah teks (underlying the text) dan kemudian mengisi kesenjangan makna antara apa yang tampak dan yang tersembunyi.


Sebagian dari simpulan itu dapat secara langsung ditarik berdasarkan informasi yang terdapat di dalam teks, sehingga pembaca hanya perlu menghubungkan dua atau lebih gagasan atau penggalan informasi. Sebagian lagi informasi dan gagasan itu harus disambung-sambungkan oleh pembaca sendiri dan kemudian ditarik simpulnya. Menarik simpulan secara langsung ini sangat bergantung pada teks (text-based) meskipun informasi atau gagasan itu tidak secara tegas dinyatakan di dalam teks.


Bagi pembaca yang mahir, proses menarik simpulan ini biasanya dilakukan secara otomatis selagi membaca dengan cara menghubungkan informasi dan gagasan yang dibacanya itu – baik secara tegas dinyatakan maupun tidak – dengan pengetahuan dan pengalaman terdahulu (prior knowledge). Proses ini biasanya dipermudah dengan kecenderungan penulis atau pengarang untuk menyusun karangannya sedemikian rupa yang dapat membawa pembacanya ke arah simpulan tertentu. Misalnya, ucapan atau tindakan seorang tokoh dalam sebuah cerita selalu diarahkan pada sifat-sifat tertentu yang telah dibangun sebelumnya, sehingga pembaca akan dapat menebak sifat, karakter, atau pandangan-pandangan tokoh itu.


Pada proses pemahaman tipe ini, pembaca diajak untuk tidak terpaku hanya pada pemahaman tingkat kalimat dan frase saja. Makna yang harus dibangun mungkin saja berada pada tingkat kalimat atau frase setempat, tetapi lebih memungkinkan juga berada pada paragraf lain, atau pada makna global yang ada dalam keseluruhan bacaan. Simpul-simpul makna ini harus ditarik baik dari simpul makna lokal maupun makna global.


Tugas membaca yang dapat dilakukan dalam proses pemahaman ini antara lain sebagai berikut.
· menarik simpulan bahwa satu peristiwa menyebabkan peristiwa lain
· menyimpulkan gagasan pokok dari rangkaian argumentasi yang diberikan
· menentukan acuan dari sesuatu (biasanya kata ganti)
· mengidentifikasi generalisasi yang ada di dalam bacaan
· menggambarkan hubungan antara dua karakter tokoh


Menafsirkan dan Memadukan Gagasan
Proses ketiga yang dianggap lebih rumit dibandingkan dengan kedua proses sebelumnya adalah kemampuan untuk menafsirkan dan kemudian memadukan berbagai penggalan informasi atau gagasan yang tersebar di dalam bacaan. Seperti juga pada keterampilan proses tipe kedua, pembaca diharapkan dapat menghubungkan makna lokal dan global, ditambah dengan kemampuan untuk menghubungkan rincian informasi atau gagasan dengan tema atau tujuan utamam membaca. Dalam hal ini, pembaca harus memiliki kemampuan untuk memproses teks lebih luas dari sekedar tingkat kalimat dan frase.


Kemampuan memproses teks ini harus didukung oleh pemahaman pembacanya tentang dunia. Pengetahuan yang luas tentang berbagai hal – baik yang didapat dari hasil membaca maupun berdasarkan pengalaman empirik – dapat membantu menafsirkan dan memadukan gagasan ini, kendati apa yang ada di dalam teks hanya diungkapkan secara tersirat saja. Penafsiran bahkan dapat dilakukan berdasarkan perspektifnya sendiri sehingga akan terdapat perbedaan pandangan dan penafsiran, tergantung pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka bawa pada kegiatan membacanya.


Pada proses yang bersifat interpretive ini, pembaca dituntut untuk terus membangun pemahaman yang lebih lengkap dan spesifik dengan cara mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya dengan informasi yang ada di dalam teks.
Tugas membaca yang dapat diberikan pada tipe text processing ini meliputi kegaitan berikut ini.
· membedakan keseluruhan pesan atau tema sebuah bacaan
· mempertimbangkan alternatif tindakan seorang tokoh/karakter dalam cerita
· membandingkan dan mengkontraskan informasi dalam teks
· menafsirkan suasana atau irama cerita
· memberi penafsiran terhadap penerapan informasi yang ada dalam teks


Menilai Konten dan Penggunaan Bahasa
Proses membaca keempat yang memerlukan tingkat berpikir tinggi adalah proses menilai isi bacaan, penggunaan bahasa, dan unsur-unsur tekstual lainnya. Proses pemahaman ini tidak saja membutuhkan kemampuan untuk membangun makna, tetapi juga daya kritis dari pembacanya untuk mengevaluasi keseluruhan aspek – baik isi/substansi maupun bentuknya.
Dalam hal isi bacaan, pembaca dapat melakukan penafsiran dan menimbang pemahamannya terhadap teks sesuai dengan prespektifnya, apakah menerima, menolak, atau bersikap netral terhadap apa yang disampaikan pengarangnya. Pembaca bisa berargumentasi, melakukan perbandingan, atau menolak gagasan pengarang dengan mengemukakan informasi, fakta, atau temuan yang diperolehnya dari sumber lain.


Dalam hal penggunaan bahasa, pembaca dapat mempertanyakan berbagai aspek linguistik tentang bagaimana gagasan itu diungkapkan oleh pengarangnya. Proses penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang beragam jenis teks, struktur wacana, dan konvensi penggunaan bahasa lainnya. Pengetahuan ini digunakan untuk mengkritisi cara bagaimana pengarang itu mengungkapkan makna, mempertanyakan kecocokan penggunaan bahasa tertentu, menggugat tujuan, perspektif, dan keterampilan pengarang dalam menyusun tulisannya.


Pembaca menempatkan diri berada di luar teks dan melakukan penilaian terhadap segala aspek karangan. Tinjauannya bisa sangat pribadi, dan sangat bergantung pada pengetahuan dan pengalaman sendiri, misalnya dengan menunjukkan kelemahan isi dan struktur karangan atau sebaliknya mengungkapkan kekuatan karangan yang dinilainya.
Pada proses ini, kegiatan membaca dapat berupa tugas untuk hal-hal berikut ini.
· mengevaluasi kemungkinan bahwa peristiwa yang diuraikan dalam bacaan itu bisa benar-benar terjadi
· menguraikan bagaimana pengarang memikirkan suatu akhir cerita yang mengejutkan
· menilai kejelasan atau kelengkapan informasi pada teks
· menentukan perspektif pengarang tentang pokok bahasan dalam bacaan


Tujuan Membaca
Literasi membaca berkaitan erat dengan alasan mengapa kita melakukan kegiatan membaca. Secara umum, alasan membaca itu meliputi membaca untuk kesenangan dan minat pribadi, membaca untuk mengambil bagian dalam masyarakat, dan membaca untuk belajar. Untuk pembaca pemula, perhatian lebih diarahkan pada kegiatan membaca sesuai dengan minat atau untuk kesenangan dan membaca untuk belajar.


Penilaian dalam PIRLS difokuskan pada dua tujuan membaca yang sering dilakukan anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu:
· Membaca cerita/karya sastra
· Membaca untuk beroleh informasi


Karena kedua jenis kegiatan membaca ini penting pada anak sekolah dasar, PIRLS memberikan jumlah pertanyaan yang sama untuk masing-masing tujuan tersebut.
Kedua tujuan membaca ini sering dihubungkan dengan penggunaan jenis teks tertentu. Bacaan cerita sastra sering dipenuhi dengan jenis teks fiksi, sedangkan membaca untuk memperoleh informasi biasanya dihubungkan dengan teks atau artikel yang bersifat informatif. Tetapi, garis di antara keduanya tidak selalu harus tegas. Karangan tentang biografi atau autobiografi seseorang bisa dalam bentuk karya sastra, atau juga bersifat informasional, atau kedua-duanya. Karena cita rasa dan minat orang sangat bervariasi, berbagai jenis teks pada dasarnya dapat digunakan untuk kedua tujuan membaca tersebut.


Tipe teks (genre) tertentu yang secara khas memiliki konten, pengorganisasian teks, dan gaya bahasa tertentu, biasanya berpengaruh terhadap pendekatan dan strategi yang digunakan pembaca dalam memahami bacaannya (Graesser, Golding, & Long, 2000; Kirsch & Mosenthal, 1989; Weaver & Kintsch, 1996).


Interaksi antara pembaca dan teks menjadi prasyarat untuk konstruksi makna sehingga tujuan membaca dapat dicapai. Interaksi ini, dalam PIRLS, diatur sedemikian rupa agar bahan bacaan yang dibagi menjadi dua kelompok besar tujuan itu diikuti oleh jenis pertanyaan yang sesuai dengan jenis teksnya. Bahan bacaan yang sifatnya informasional diikuti oleh jenis pertanyaan tentang berbagai informasi yang cocok dengan bahan bacaannya; sedangkan bacaan berupa cerita sastra diikuti oleh jenis pertanyaan mengenai tema, plot peristiwa, karakter, dan setting sesuai dengan cerita yang diberikan.


Pembaca pemula biasanya lebih menyukai jenis teks naratif dan beragam jenis dan format penyajian informasi. Kemampuan mengenali dan menguasai jenis-jenis teks ini kemudian bertambah sejalan dengan perkembangan literasi anak dan minatnya untuk belajar berbagai pengetahuan yang sifatnya lintas kurikulum (Langer, 1990).


Banyak format teks dapat dikenali dan dipelajari oleh siswa kita. Teks-teks itu tentu memiliki alur gagasan atau organisasi penyajian yang bervariasi sehingga memberi ruang bagi para pembacanya untuk mengkonstruksi makna (Goldman& Rakestraw, 2000). Penyajian gagasan dan informasi itu bisa dalam bentuk untaian padat kata dan kalimat, tetapi juga bisa dilengkapi dengan tabel, gambar, dan bentuk visual lainnya. Pada studi PIRLS ini, teks yang diperkenalkan sedapat mungkin bervariasi sesuai dengan tujuan membacanya. Teks-teks itu dipilih dari sumber asli yang memungkinkan digunakan baik di sekolah maupun di rumah. Maksudnya adalah agar pengalaman membaca siswa, baik di rumah maupun di sekolah, dapat diakomodasi di dalam studi ini sehingga siswa tidak merasa asing dengan teks-teks itu.


Membaca Karya Sastra
Dalam membaca cerita sastra, pembaca dilarutkan dengan bacaan yang menumbuhkan imajinasi tentang orang, binatang, atau peristiwa tertentu. Selain itu, pembaca juga dapat menikmati penggunaan bahasanya yang indah. Untuk memahami dan menikmat karya sastra, pertama-tama, pembaca harus memiliki pengalaman membaca karya sastra lainnya. Semakin banyak membaca, semakin mudah karya sastra itu dipahami dan semakin dapat menikmatinya. Dengan pengalaman ini, pembaca dapat menghayati dengan penuh perasaan tokoh atau peristiwa imajinatif yang ada dalam bacaan itu. Kemudian, tak kalah penting dari pengalaman membaca adalah pengetahuan pembaca tentang berbagai jenis karya sastra dan konvensi untuk masing-masing genre karya sastra tersebut. Dengan pengetahuan ini, pembaca dapat menganalisis secara teknis berbagai genre itu dan menikmatinya.


Pada pembaca pemula, seperti pembaca PIRLS ini, membaca cerita yang menumbuhkan imajinasi ini adalah sesuatu yang dapat merangsang anak untuk menjelajahi situasi dan perasaan yang belum mereka alami. Seperti telah disebutkan di atas, jenis teks yang paling memungkinkan digunakan pada pembaca pemula adalah jenis fiksi naratif. Penggunaan jenis teks lainnya agak sulit dilakukan karena terlalu bervariasinya kurikulum dan pengalaman belajar siswa di antara negara-negara peserta PIRLS. Kesulitan dalam penerjemahan bahan bacaan juga menjadi kendala tersendiri. Jenis teks puisi, misalnya, sangat sulit untuk diterjemahkan tidak saja karena faktor teknis tetapi juga faktor budaya yang sangat berbeda antarnegara peserta; sedangkan jenis teks lainnya, drama misalnya, di banyak negara, masih belum diberikan sebagai bahan pembelajaran bagi anak sekolah dasar.


Orang, binatang, atau peristiwa yang dilukiskan dalam fiksi naratif itu memungkinkan pembaca untuk menghayati cerita seolah-olah mereka mengalaminya sendiri. Kendati hanya bersifat khayalan, cerita itu dapat mencerminkan kejadian yang sebenarnya dan siswa dapat memberikan penilaian terhadap beberapa bagian dalam cerita itu.


Membaca untuk Beroleh Informasi
Jika tujuan membaca itu untuk memperoleh dan menggunakan informasi, pembaca tidak berhadapan dengan dunia imajinasi melainkan dengan informasi dalam dunia nyata. Melalui bahan bacaan yang berisi informasi itu, pembaca dapat belajar berbagai hal dalam kehidupan masa silam, masa kini, dan masa yang akan datang, bagaimana segala sesuatu bekerja dan mengapa sesuatu itu terjadi. Pembaca tidak saja bisa mengetahui berbagai informasi itu melainkan juga menggunakannya untuk menambah dan melengkapi informasi yang sudah didapat sebelumnya, memperkuat argumentasi, atau untuk melakukan suatu tindakan tertentu berdasarkan informasi yang didapatnya.


Teks informasi itu memerlukan strategi membaca yang berbeda. Teks itu tidak perlu dibaca dari awal sampai akhir bacaan. Pembaca bisa memindai informasi mana yang diperlukan sesuai dengan tujuan membacanya. Tata cara penyampaian informasinya juga bisa bervariasi tergantung pada informasi apa yang akan disampaikan. Ada penyampaian yang bersifat kronologis, seperti biografi, otobiografi, catatan harian, atau catatan perjalanan. Ada bentuk penyamapaian yang prosedural, seperti resep masakan atau petunjuk pemakaian barang, yang memungkinkan pembacanya tidak hanya mengetahui bahan bacaan melainkan melakukan sesuai dengan prosedur yang diberikan.